Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam Keluarga
Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam
Keluarga - Satu hal pokok sebelum melangkah dalam
merencanakan keuangan di dalam keluarga adalah menyamakan visi dan misi bersama
pasangan. Ada kalanya suami atau istri yang cenderung dominan akan memonopoli
keuangan, sehingga akan menyakiti pasangannya. Hal ini akan diperparah jika
pasangan yang dominan adalah yang berperan sebagai pencari nafkah utama
dalam keluarga. Pasti Anda sering melihat kejadian macam ini, kan?
Nah, kenapa bisa terjadi hal demikian? Dalam
kehidupan keluarga Indonesia, yang bertanggung jawab menafkahi keluarga adalah suami
sebagai kepala rumah tangga dan didukung oleh istri sebagai ibu rumah tangga
yang bekerja mengurus rumah.
Jika pasangan tidak mempunyai komitmen yang
kuat, maka bisa muncul arogansi pencari nafkah untuk menindas pasangan dalam
hal keuangan. Penindasan ini bisa muncul dalam bermacam bentuk. Misalnya saja
tidak mau terbuka mengenai masalah pendapatan yang diperoleh, tidak mau terbuka
tentang pengeluaran, tidak ada kompromi ataupun pembicaraan tentang
keputusan-keputusan keuangan yang diambil, cenderung menyalahkan jika merasa
terjadi pengeluaran rumah tangga yang berlebihan, dan lain-lain.
Betapa menderitanya pasangan yang dianggap
hanya menghabiskan uang di rumah dan kontribusinya terhadap rumah tangga tidak
dihargai. Padahal ya, jika pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dialih dayakan
dengan tenaga dari luar keluarga, sudah pasti biaya keperluan rumah tangga akan
membengkak. Hal ini yang tidak disadari oleh pasangan yang menutup mata
terhadap kontribusi pasangannya yang mengurus rumah tangga. Hal demikian
hendaklah tidak terjadi ketika kita akan bersama-sama merencanakan keuangan.
Komitmen Adalah Kunci
Modal awal yang harus dimiliki agar
perencanaan keuangan bisa berhasil adalah kekompakan dan komitmen terhadap
hubungan untuk saling membahagiakan. Kembali ke tujuan awal, sejahtera yang
dimaksud tidak sekadar memiliki banyak uang, tapi juga kebahagiaan lahir batin
yang dirintis bersama dengan pasangan.
Banyak contoh kasus di mana pasangan (suami)
sering tidak tahu (atau tidak mau tahu) kalau pasangannya sebenarnya tersiksa
dengan keadaan finansial yang ditutup-tutupi. Kecurigaan yang berlebihan
terhadap keuangan juga akan menjadi bibit-bibit pertikaian yang berdampak tidak
baik terhadap keharmonisan keluarga. Idealnya sih, masing-masing pasangan
berkomitmen untuk terbuka dan adil dalam keuangan rumah tangganya. Indikator
yang bisa dilihat misalnya saling mengetahui besarnya pendapatan masing-masing
pasangan.
Selain itu, jika ada pengeluaran-pengeluaran
yang jumlahnya signifikan ataupun keputusan yang menyangkut aset dan utang
bersama, maka hal tersebut wajib didiskusikan atas dasar kompromi bersama
meskipun pasangan bukan figur pencari nafkah. Sementara itu demi menghargai
perasaan pasangan, alangkah baiknya jika penghasilan yang didapatkan bukan
hanya dianggap sebagai penghasilan si pencari nafkah semata, namun penghasilan
keluarga atau penghasilan bersama. Dengan demikian, persetujuan dari pasangan
atas keputusan-keputusan keuangan mutlak diperlukan.
Dalam hal keuangan, yang perlu mendapat
prioritas adalah memenuhi kebutuhan keluarga inti. Anak adalah tanggung jawab
bersama. Sehingga anak menjadi prioritas utama yang harus dipenuhi
kebutuhannya, baik pendidikan, perhatian dan hak-haknya untuk mendapatkan
pengasuhan yang baik. Hal ini sering terlupakan apabila pasangan berasal dari
keluarga besar yang bukan hanya menjadi tulang punggung keluarga inti, tetapi
juga menjadi tulang punggung keluarga besarnya.
Kasus ini kerap dijumpai di Indonesia, di mana
seseorang yang dianggap berhasil, akan menjadi tumpuan keluarga besarnya untuk
ikut mensponsori hal-hal yang membutuhkan biaya. Misalnya saja pesta keluarga
besar, acara pernikahan yang menyangkut nama baik keluarga besar, ataupun
membantu keluarga yang terkena musibah, dan lain-lain. Di sinilah komitmen
finansial pasangan akan diuji, untuk mengingatkan bahwa berbakti adalah hal
yang mulia, namun jika harus mengambil hak anak atau menelantarkannya demi
menjadi terpandang dalam keluarga besar adalah hal yang sangat ironis.
Dalam kondisi ini, yang paling dirugikan
adalah anak atau pasangan yang harus berbagi perhatian dan finansial dengan
orang-orang yang sebenarnya bukan tanggungan utama. Membantu bukan artinya mengambil
alih segenap tanggung jawab, atau malah dimanfaatkan. Adil juga bukan berarti
sama besar, namun sesuai kebutuhan.
Meminjam istilah sandwich generation,
maka generasi roti lapis ini memiliki tanggungan yang berat, yaitu harus
terhimpit mendukung anak-anak yang memang menjadi tanggungannya dan mendukung
orangtuanya yang tidak mempunyai rencana pensiun yang memadai. Dan oleh karena
itu, kita harus berusaha memutus rantai generasi roti lapis ini dengan membuat
perencanaan keuangan yang baik yang dapat membuat Anda mandiri secara finansial
kini dan nanti.
Akses untuk Pasangan
Sementara itu untuk keluarga yang memiliki
bisnis, ada baiknya pasangan juga mengetahui seluk beluk bisnis yang digeluti
atau minimal ada catatan yang menunjukkan posisi utang dan piutang bisnis, sehingga jika
terjadi sesuatu dengan pasangan pencari nafkah maka pasangan tetap bisa
melanjutkan tanpa harus bisnis menjadi kolaps, dan perlu diingat bahwa haruslah
dipisahkan secara tegas antara keuangan bisnis dan keuangan rumah tangga.
Dalam perencanaan keuangan, akses menjadi
bagian yang harus diperhatikan. Jadi jangan sampai proteksi dan investasi sudah
disiapkan, namun ketika terjadi hal yang tidak diharapkan, pasangan malah tidak
tahu ataupun sulit mengakses hal-hal yang telah direncanakan tersebut.
Semoga
bermanfaat (bisnisan.id)
Posting Komentar untuk "Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam Keluarga"