Bisnis Ternak Kerbau untuk Subsitusi Daging Sapi
Bisnis Ternak Kerbau untuk Subsitusi Daging Sapi - Daging kerbau warnanya lebih merah dari daging sapi dan memiliki serabut otot kasar, tampak lebih besar daripada serat pada daging sapi dan lemaknya berwarna putih terkadang berwarna kuning, rasanya hampir sama dengan daging sapi pada umumnya agak liat, karena umumnya disembelih pada umur tua. Daging kerbau juga tidak memiliki aroma yang spesifik.
Sama seperti daging-daging lainnya, daging
kerbau memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi daripada
kandungan gizi pada daging sapi. Kandungan terbanyak dalam daging kerbau yaitu
protein dengan persentase 20-30 %, namun kandungan lemaknya lebih rendah dari
daging sapi yaitu hanya sebesar 0,5 %.
Bisnis ternak kerbau merupakan salah satu aset
nasional bidang peternakan yang ada di wilayah perdesaan di Indonesia. Peluang
pengembangannya sangat luas bila dilihat dari kondisi fisik ternak kerbau serta
kegunaannya.
Ternak kerbau berperan sebagai fungsi sosial
budaya yang sangat menonjol, seperti di Sumatera Barat diambil sebagai kerbau
perah dan di Tana Toraja ternak kerbau digunakan dalam upacara ritual
adat. Di Sumbawa Provisi NTB, biasa
digunakan oleh masyarakat setempat untuk karapan (adu lomba balapan) kerbau.
Tradisi pemanfaatan ternak kerbau yang
mengakar di masyarakat itu ternyata bisa menjadi pemicu dalam usaha
pengembangan ternak kerbau untuk dapat menghasilkan bibit yang baik dan
sekaligus sebagai upaya pelestarian ternak kerbau.
Peluang dan pengembangan bisnis ternak kerbau
akan semakin bertambah dengan besarnya potensi sumber daya alam yang tersedia
di pedesaan serta dapat diarahkan untuk pengembangbiakan ternak kerbau. Peluang
itu akan lebih baik apabila ditunjang dengan teknologi pembibitan tepat guna
yang dapat diimplementasikan kepada petani ternak di pedesaan.
Tantangan Usaha Ternak Kerbau
Kerbau memiliki kelemahan yang berkaitan erat
dengan peningkatan populasi, yaitu kinerja reproduksinya yang rendah. Dalam
struktur budaya lokal di beberapa daerah, ada keengganan dari sebagian peternak
untuk memelihara jantan karena pengendaliannya yang sangat sulit.
Disamping itu, sebagian peternak percaya bahwa
betina dewasa akan bunting meskipun tidak ada pejantan. Sebagian besar kerbau
jantan dijual menjelang dewasa. Di samping itu, perkawinan yang terjadi pun
dilakukan oleh jantan muda sebelum ternak jantan tersebut laku dijual.
Akibatnya rasio jantan betina menjadi sangat rendah, sehingga mengurangi
kesempatan terjadinya perkawinan atau kebuntingan.
Fenomena lain yang terlihat dalam budidaya
kerbau di peternak adalah pola kandang individu, disertai dengan rasio jantan
betina yang rendah, akan mengurangi kesempatan untuk terjadinya perkawinan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan perkawinan kerbau terjadi menjelang pagi,
dimana kerbau jantan dan betina masih terpisah dalam kandang masing-masing,
akibat dari pola manajemen yang tidak tepat tersebut adalah rendahnya
kebuntingan.
Dengan demikian Calving interval menjadi
panjang yang berujung pada kesimpulan kinerja reproduksi kerbau yang rendah.
Solusi Bisnis Ternak Kerbau
Mempertimbangkan berbagai faktor keunggulan
dan kelemahan dalam pola
budidaya yang masih memungkinkan adanya perbaikan, masalah mendasar untuk
pengembangan ternak kerbau saat ini adalah pengadaan bibit (terutama bibit
jantan), yang secara kuantitas dan kualitas masih rendah. Pemerintah mulai
mengarahkan perhatian pada pembibitan kerbau.
Pola pembibitan akan efektif berjalan adalah
yang melibatkan kepentingan masyarakat baik sisi ekonomi sosial maupun
jangkauan teknisnya. Pola pembibitan kerbau yang tepat sesuai dengan sumber daya
lokal dan kebutuhan masyarakat, sehingga dalam implementasinya lebih cepat
diterima peternak secara umum.
Sebagai dampaknya kinerja reproduksi, produksi
dan produktivitas kerbau dapat diperbaiki. Sehingga dalam jangka panjang mampu
memberikan kontribusi besar bagi penyediaan daging sebagai subsitusi daging
sapi nasional.
Ditjen PKH Kementan RI, telah memetakan
potensi perkembangan populasi kerbau nasional,
pemuliabiakkan kerbau agak lamban dibanding dengan ternak sapi. Secara
nasional perbandingannya sekitar 20% kerbau dan 80 % sapi dan rasio ini masih
berlangsung sampai saat ini.
Pembibitan kerbau selama ini dilakukan dalam
skala usaha yang relatif kecil, menyebar, serta dilakukan di kawasan yang tidak
tersedia pakan, atau pakan (rumput) harus dibeli dengan harga mahal.
Masalah pengembangan kerbau disebabkan karena
tingkat reproduksi kerbau yang rendah,
masa kebuntingan kerbau yang relatif lebih lama, angka kelahiran kerbau rendah,
dewasa kelamin dan selang beranak relatif panjang dan kerbau memiliki
persentase karkas lebih rendah 3-5% dari karkas sapi karena ukuran kaki dan
kepala yang lebih besar serta kulit yang lebih tebal.
Selain itu kerbau dikenal sebagai ternak silent
heat yaitu sulit untuk mendeteksi ternak betina yang estrus karena tidak
menunjukkan tanda-tanda birahi. Produktivitas kerbau dalam beberapa hal lebih
rendah dibandingkan dengan sapi terkait dengan sifat-sifat biologis yang
dimilikinya. (bisnisan.id)
Posting Komentar untuk "Bisnis Ternak Kerbau untuk Subsitusi Daging Sapi"